New York – Harga emas dunia berhasil rebound dengan naik tipis pada akhir perdagangan Kamis (14/3/2024) pagi WIB, setelah pada perdagangan sebelumnya turun lebih dari 1 persen.
Dilansir dari CNBC, harga emas di pasar spot naik hampir 0,9 persen menjadi sebesar $2.176,06 per troy ons. Sementara, harga emas berjangka Comex New York Exchange naik 0,7 persen ke level $2.181,8.
Penguatan emas didukung oleh pelemahan dollar AS, karena investor tetap berharap bank sentral AS (The Fed) bakal memangkas suku bunga di negeri Paman Sam pada Juni 2024 meski data inflasi AS masih memanas.
Indeks harga konsumen (IHK) AS pada Februari 2024 menunjukkan terjadi inflasi 0,4 persen secara bulanan, sedangkan secara tahunan terjadi inflasi 3,2 persen, sebuah angka yang masih di atas perkiraan 3,1 persen.
Indeks dollar AS pun turun 0,2 persen pada perdagangan kemarin. Pelemahan dollar AS itu membuat harga emas menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga meningkatkan minat pada emas.
“Situasi untuk kenaikan harga emas saat ini adalah sebuah win-win solution,” ujar Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
“Jika Fed memangkas suku bunganya, maka emas akan melonjak secara substansial. Jika mereka tidak memangkas suku bunganya, akan ada kekhawatiran terhadap inflasi yang dapat mendorong harga emas lebih tinggi,” lanjutnya.
Kebijakan suku bunga The Fed memang sangat memengaruhi pergerakan harga emas. Ketika suku bunga naik, maka emas yang tidak memberikan imbal hasil menjadi tak menarik bagi investor, berbeda dari obligasi dan saham yang memang memberikan imbal hasil.
Sebaliknya, ketika suku bunga menurun, maka imbal hasil pada instrumen investasi lainnya ikut menurun, sehingga emas akan menjadi lebih menarik bagi investor.
Saat ini pasar memperkirakan peluang sebesar 65 persen untuk kemungkinan The Fed mulai melakukan kebijakan penurunan suku bunga pada Juni 2024, menurut alat CME FedWatch.
Selain dipengaruhi pelemahan dollar AS dan ekspektasi kebijakan suku bunga, memanasnya konflik geopolitik juga turut mempengaruhi pergerakan harga emas, baik konflik di Timur Tengah maupun Eropa.
Di Timur Tengah, saat ini Israel dan Hizbullah, kelompok bersenjata yang berlokasi di Lebanon melakukan saling serang. Sementara di Eropa, mulai memanas kembali konflik perang antara Rusia dan Ukraina.
“Jika perang Rusia-Ukraina meningkat, mungkin bisa berharap untuk melihat lebih banyak stimulus yang akan keluar dari negara-negara Barat untuk mendanai Ukraina, dan saat ini emas pada dasarnya sedang dalam pengaruh geopolitik dan mengabaikan IHK,” kata Haberkorn.
Sumber: Kompas